A. Faktor
Pribadi :
1. Faktor
kemalasan. Penganguran
yang berasal dari kemalasan individu sebenarnya sedikit. Namun, dalam sistem
materialis dan politik sekularis, banyak yang mendorong masyarat menjadi malas,
seperti sistem penggajian yang tidak layak atau maraknya perjudian. Banyak
orang yang miskin menjadi malas bekerja karena berharap kaya mendadak dengan
jalan menang judi atau undian.
2. Faktor cacat /uzur. Dalam
sistem kapitalis hukum yang diterapkan adalah ‘hukum rimba’. Karena itu, tidak
ada tempat bagi mereka yang cacat/uzur untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
3. Faktor rendahnya pendidikan dan
keterampilan. Saat ini sekitar 74% tenaga kerja Indonesia adalah
mereka yang berpendidikan rendah, yaitu SD dan SMP. Dampak dari rendahnya
pendidikan ini adalah rendahnya keterampilan yang mereka milki. Belum lagi
sistem pendidikan Indonesia yang tidak fokus pada persoalan praktis yang
dibutuhkan dalam kehidupan dan dunia kerja. Pada akhirnya mereka menjadi
pengangguran intelek.
B. faktor sistem sosial dan ekonomi :
1. Ketimpangan
antara penawaran tenaga kerja dan kebutuhan. Tahun depan diperkiraan akan muncul
pencari tenaga kerja baru sekitar 1,8 juta orang, sedangkan yang
bisa ditampung saat ini dalam sektor formal hanya 29%. Sisanya di sektor
informal atau menjadi pengangguran.
2. Kebijakan
Pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat. Banyak
kebijakan Pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat dan menimbulkan
pengangguran baru, Menurut Menakertrans, kenaikan BBM kemarin telah menambah
pengangguran sekitar 1 juta orang. Kebijakan Pemerintah yang lebih menekankan
pada pertumbuhan ekonomi bukan pemerataan juga mengakibatkan banyak ketimpangan
dan pengangguran. Banyaknya pembukaan industri tanpa memperhatikan dampak
lingkungan telah mengakibatkan pencemaran dan mematikan lapangan kerja yang
sudah ada. Salah satu kasus, misalnya, apa yang menimpa masyarakat Tani Baru di
Kalimantan. Tuntutan masyarakat Desa Tani Baru terhadap PT VICO untuk
menghentikan operasi seismiknya tidak mendapat tanggapan. Penghasilan tambak
mereka turun hampir 95 persen akibat pencemaran yang ditimbulkan PT VICO. Tanah
menjadi tidak subur, banyak lubang bekas pengeboran dan peledakan, serta
mengeluarkan gas alam beracun. Akibatnya, rakyat di sana menjadi orang-orang
miskin dan penganggguran.
3. Pengembangan sektor ekonomi non-real. Dalam sistem
ekonomi kapitalis muncul transaksi yang menjadikan uang sebagai komoditas yang
di sebut sektor non-real, seperti bursa efek dan saham perbankan sistem ribawi
maupun asuransi. Sektor ini tumbuh pesat. Nilai transaksinya bahkan bisa
mencapai 10 kali lipat daripada sektor real. Pertumbuhan uang beredar yang jauh
lebih cepat daripada sektor real ini mendorong inflasi dan penggelembungan
harga aset sehingga menyebabkan turunnya produksi dan investasi di sektor real.
Akibatnya, hal itu mendorong kebangkrutan perusahan dan PHK serta pengangguran.
Inilah penyebab utama krisis ekonomi dan moneter di Indonesia yang terjadi
sejak tahun 1997. Peningkatan sektor non-real juga mengakibatkan harta beredar
hanya di sekelompok orang tertentu dan tidak memilki konstribusi dalam
penyediaan lapangan pekerjaan.
Solusi :
1. Pendidikan
gratis bagi yang kurang mampu. Salah satu penyebab pengangguran adalah
rendahnya tingkat pendidikan seseorang, sehingga ia tidak memiliki pengetahuan
yang cukup dan susah untuk mendapatkan pekerjaan.
2. Pemerintah
sebaiknya menyediakan lapangan pekerjaan yang lebih banyak sehingga dapat
membantu untuk mengurangi tingkat pengangguran.
3. Tak hanya
pemerintah, masyarakat pun diimbau untuk dapat menciptakan lapangan pekerjaan
bagi orang lain.
4. Mendirikan tempat-tempat
pelatihan keterampilan, misalnya kursus menjahit, pelatihan membuat kerajinan
tangan, atau BLK (Balai Latihan Kerja) yang didirikan di banyak daerah. Hal ini
juga termasuk cara mengatasi pengangguran, sehingga orang yang tidak
berpendidikan tinggi pun bisa bekerja dengan modal keterampilan yang sudah
mereka miliki.
5. Pemerintah
diharapkan mendirikan suatu lembaga bantuan kredit atau langsung bekerja sama
dengan bank-bank tertentu untuk memberikan kredit pada masyarakat yang kurang
mampu. Kredit tersebut diharapkan dapat membantu mereka untuk mendirikan suatu
usaha, misalnya UKM atau sejenisnya.
6. Sebagai
antisipasi, pelajar perlu diberi pendidikan non-formal. Pendidikan non-formal
bisa berupa keterampilan khusus, kemampuan berkomunikasi atau peningkatan EQ,
serta diarahkan untuk menjadi lulusan sekolah yang mempu menciptakan suatu
lapangan pekerjaan. Bukan semata-mata sebagai lulusan sekolah yang hanya bisa
melamar pekerjaan.